Selasa, 19 Maret 2013

Analisis Dampak REDD+ dalam Menurunkan Laju Emisi Karbon


       Kegiatan pemanfaatan lahan, alih guna lahan dan kehutan merupakan penyumbang terbesar dalam menyumbang emisi karbon.  Dari total emisi nasional pada tahun 2000, sekitar 60% disumbangkan oleh sektor ini (Draft Strategi Nasional REDD 2011). Ditambah lagi kebakaran lahan gambut dan drainase menyumbang  sekitar 1200 juta karbon /thn. Oleh karena itu, tak heran sektor ini mendapat perhatian yang tinggi dalam upaya penurunan emisi di Indonesia. Pada tataran global, emisis karbon yang dilepaskan dari degradasi dan deforestasi hutan mencapai 20% dari total emisi dunia saat ini, dimana persentasenya lebih besar dari emisi yang dikeluarkan oleh sektor transportasi global dengan penggunaan bahan bakar fosil yang intensif (CIFOR, 2011)
            Pemerintah sendiri berjanji untuk menurunkan emisi karbon hingga 26 % bahkan hingga mencapai 41% jika mendapat bantuan internasional. Keseriusan pemerintah pun mendapat perhatian. Norwegia bersedia memberikan bantuan senilai 1 milyar dollar untuk menurunkan emisi karbonnya.
            REDD  adalah suatu mekanisme penurunan emisi karbon dimana negara berkembang yang notabene masih mempunyai luasan hutan yang cukup berupaya agar karbon hutannya tidak lepas ke atmosfer, sebagai imbal baliknya maka negara maju yang notabene tidak mempunyai luasan hutan yang memadai dan menghasilkan kadar emisi yang tinggi dari industrinya diharuskan untuk membayar negara berkembang atas upayanya yang telah menurunkan emisi karbon. Fokus kegiatan REDD adalah mengurangi emisi dari  deforestasi dan degradasi hutan. Namun beberapa strategi ditambahkan untuk mengurangi emisi dengan peranan konservasi, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon hutan sehingga nama REDD+.
            Inti dari kegiatan REDD adalah bagaimana suatu kawasan hutan dapat dijaga sebaik mungkin agar dapat menyerap karbon dengan baik. Hutan tidak boleh ditebang dan dimanfaatkan pohonnya karena pohon merupakan sumber utama penyerap karbon. Secara destruktif, kebijakan ini efektif dalam menurunkan karbon karena subjek utama penyerap karbon terselamatkan dan tetap eksis keberadaannya. Hutan-hutan yang ada dapat memainkan peran dengan baik jika kelestarian ekologinya secara fisik dijaga dengan mantap tanpa adanya gangguan dari masyarakat dan pihak yang berkepentingan lainnya untuk menebang hutan. Dari hasil kegiatan ini, tentunya akan didapatkan sumber dana yang dapat digunakan untuk melestarikan hutan yang ada.
            Namun yang menjadi permasalahan adalah dampak yang ditimbulkan REDD kepada masyarakat sekitar hutan.   masyarakat sekitar hutan gelisah dengan rencana penerapan REDD karena dikhawatirkan akan terjadi privatisasi hutan karena REDD secara nyata telah menyimplifikasi fungsi ekosistem hutan, yakni hanya sebagai penyerap karbon dioksida (carbon sinks). Proyek konservasi tersebut melanggar hak asasi manusia penduduk lokal dan komunitas adat yang selama ini memanfaatkan sumber daya hutan. Mekanisme REDD menawarkan insentif kepada negara-negara yang memiliki hutan dengan imbalan negara-negara tersebut mau menjaga bahkan kawasan hutannya. Keadaan tersebut secara otomatis akan membatasi akses dan partisipasi masyarakat lokal terhadap hutan karena hutan berubah menjadi global common goods. Padahal, lebih dari 48 juta rakyat Indonesia bergantung pada hutan (CIFOR 2011).
            Akibat skema REDD ini, warga sekitar hutan seperti dijadikan penjaga hutan (satpam hutan), hanya menjaga dan tidak boleh memanfaatkan hutan.Hal ini tentunya bisa menimbulkan konflik. Konflik terhadap perebutan sumberdaya hutan dari berbagai pihak yang berkepentingan yang tentunya dapat menciptakan perpecahan sehingga dapat menciptakan ketidakstabilan situasi di daerah tersebut.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa secara teknis REDD dapat membantu menurunkan emisi karbon, namun dampaknya cenderung negatif terhadap masyarakat sekitar karena aksesnya dalam memanfaatkan sumberdaya hutan menjadi terbatas. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme yang tepat dan pelibatan masyarakat sekitar hutan dalam mengkonsep skema REDD serta adanya benefit sharing yang jelas antar pihak yang berkepentingan.
                                                             

Jangan Menyepelekan Cedera

Jangan pernah menyepelekan cedera/penyakit, bisa saja ia berkembang dan membahayakan Anda

Jadi ceritanya begini, pada hari Senin 17 Maret 2013 sekitar jam 11.00 WIB saya sedang mengerjakan laporan PKL dengan sangat serius, penuh penghayatan, dengan konsentrasi yang tinggi serta dedikasi yang maksimal di Tangkaran (sekret Himakova). Walaupun di saat yang bersamaan televisi sedang menyala, namun hal tersebut tidak mengganggu saya dalam mengerjakan tugas.

Namun, pada suatu moment, perhatian saya menjadi terbelah menyaksikan suatu tayangan televisi, bukan siaran gosip ya, tetapi siaran berita di salah satu stasiun televisi swasta.

Pada  berita tersebut disampaikan bahwa cedera yang awalnya sepele, bisa sangat berbahaya jika salah penanganan dan dibiarkan.

Sebut saja namanya Mawar, wanita yang masih duduk di bangku SMA ini awalnya merasakan nyeri pada kakinya, namun karena (cenderung) dibiarkan dan juga tidak ada uang untuk berobat, keadaan Mawar semakin memburuk, hingga akhirnya ia tak mampu berjalan, bahkan berat badanya menurun drastis.

Kalau yang satu ini lain lagi ceritanya. Sebut saja namanya Reza. Reza yang masih bocah ini mengalami hal yang sangat menyedihkan. Suatu ketika, ia sedang bermain sepakbola dengan teman-temannya dan terjatuh yang menyebabkan lututnya mengalami pergeseran (mungkin ada urat yang bergeser). Kondisi ini menyebabkan ia kesulitan berjalan. Hingga pada suatu yang sangat krusial, orangtuanya membawanya ke tukang urut. Disinilah awal mula bencana dimulai, tukang urut ternyata salah urut, hal ini menyebabkan penyakitnya bertambah parah karena berkat "tangan dingin" tukang urut tersebut, organ di lututnya menjadi rusak sehingga menyebabkan tumor tulang. Tumor inilah yang menyebabkan lututnya membengkak dan menyebabkan Reza tak bisa berjalan. Ah, rasanya saya mau menangis jika melihat keadaan bocah ini.

Kejadian yang hampir serupa namun tak sama saya alami beberapa hari sebelum saya melihat berita ini. Saya menjadi teringat tentang cedera yang baru saja saya alami. Ketika sedang berjalan ke arah motor saya yang terpakir, saya tak melihat lantai yang tidak rata, alhasil kaki kanan saya "terpelekok" (nama lainnya keseleo). Namun karena terpelekoknya sangat keras, saya sampai terpincang, sakitnya begitu luar biasa, setelah kejadian itu, saya langsung beristirahat di kamar, mengurut-urut sendiri kaki saya.

Keesokan harinya barulah problem lain timbul, saya merasakan paha hingga lutut saya begitu sakit dan membuat saya kesulitan berjalan, ditekan saja sudah terasa sakit, padahal kemarin yang bermasalah adalah engkel, kenapa sekarang yang sakit malah bagian paha hingga lutut? Ada yang tak beres, saya akhirnya memutuskan untuk memeriksanya ke dokter langganan saya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata asal mula cedera saya adalah dari kaki yang terpelekok tersebut (bagian engkel). Karena terpelekoknya sangat keras, menyebabkan gangguan aliran getah bening dari kaki bagian bawah ke paha terganggu. Hal ini menyebabkan kelenjar getah bening yang berpusat di paha bagian atas menjadi membengakak sehingga membuat paha hingga lutut saya menjadi sakit.

Kata dokter, saya diharuskan untuk istirahat selama 3 hari dan dilarang untuk melakukan aktivitas yang berat agar kaki dapat segera pulih. Kemudian dokter memberikan saya berbagai obat (dalam bentuk kapsul) untuk diminum.

Keesokan harinya, setelah meminum obat tersebut, saya merasakan kondisi kaki saya semakin membaik, berjalan sudah mulai enak, sholat pun demikian, rasa sakitnya perlahan mulai hilang, hingga akhirnya kondisi saya semakin baik dari hari ke hari.

Saya sangat bersyukur, mungkin adalah sebuah keputusan yang sangat tepat saat itu, ketika saya memutuskan untuk berobat ke dokter dengan segera. Alhamdulillah..

Hari-hari kedepan, saya mulai untuk berolahraga ringan, dimulai dengan lari-lari kecil dan mencoba untuk menendang bola agar kondisi kaki mulai "terbiasa" dan kuat kembali.

Mungkin kalimat yang bercetak tebal dari tulisan ini adalah hikmah yang bisa kita ambil.

Terakhir pesan saya,
Dokter mengobati, Allah menyembuhkan.

Senin, 18 Maret 2013

Karya Kami : Buku!

Salah satu matakuliah wajib yang harus saya ambil di semester 7 adalah Pengelolaan Satwaliar. Mata kuliah ini mengajarkan berbagai teknik pengelolaan satwaliar baik di insitu maupun eksitu.

Nah, salah satu bagian dari pembelajaran matakuliah ini adalah manajemen habitat, dimana salah satu tugasnya adalah membuat fieldguide atau buku pengenalan jensi pakan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Penangkaran Rusa Kampus IPB Dramaga.

Beruntungnya, saya satu kelompok dengan orang-orang yang kata Mario Teguh, supeerr sekalii..
Mereka adalah Gita Natalia yang merupakan seorang Madridista, Paul Brugman yang mengaku seorang die hard fans Manchester United (semoga saja enggak karbitan), dan Nia Riska (yang afiliasi sepakbolanya tidak jelas, atau jangan-jangan memang tidak suka sepakbola, entahlah..)

Nah, ingin tahu hasil buku karya kami?
Ini dia..





Desainnya kece kan?
Yups, beruntung kami satu kelompok dengan Gita yang merupakan seorang designer papan atas di kelas.


Berikut ini adalah petunjuk menggunakan buku ini.


Ingin tahu penampakan bagian dalam buku ini?
Nah, ini dia..



Kami sebagai penulis dan penyusun buku ini berharap agar buku ini memberikan sumbangsih dan kontribusi yang nyata bagi dunia ilmu pengetahuan.

#Jleb

Suatu ketika, saya sedang asyik berselancar di dunia maya, adalah menjadi kelaziman saya akan membuka twitter, tumblr, kaskus, aol, youtube, footyroom dan tentu saja facebook.

Kita sedang asyik membaca "buku kehidupan" (baca: status-status di beranda facebook), pandangan saya tertuju pada sebuah status, cukup lama saya membacanya dengan penuh penghayatan dan merenungkannya. Inilah status tersebut..


Ya, benar hashtag yang diberikannya, #introspeksidiri

Terkadang, bahkan mungkin seringnya, kita lebih berfokus pada dunia, syukur-syukur masih ada yang ingat akhirat. Mungkin ini adalah salah satu contohnya.

Cukuplah hal ini menjadi peringatan bagi kita semua, untuk lebih menghargai panggilan adzan.
Semoga kita dapat mengamalkannya.

Politisasi Impor

Belakangan ini kita sering mendengar kasus permasalahan terkait impor. Mulai dari permasalahan impor beras yang sudah lama menjadi isu hangat selama bertahun-tahun hingga yang terkini terkait impor daging sapi.

Impor akan menjadi isu yang sangat sensitif bila menyangkut kepentingan banyak pihak, misalnya komoditi pertanian. Ironisnya sebagai negara (yang katanya) agraris, kita malah sering melakukan impor terhadap komoditi pertanian. Mengapa bisa demikian? Benarkah kita tak mampu memproduksinya?

Entahlah, ada banyak faktor yang mempengaruhinya, bisa saja karena memang komoditi pertanian tersebut tak bisa tumbuh dengan baik di Indonesia, misalnya seperti gandum dan kedelai.

Terlepas dari banyak faktor tersebut, sudah menjadi rahasia umum bahwa impor digunakan oleh oknum tertentu untuk memperkaya dirinya ataupun golongannya. Selisih margin impor biasanya cukup besar, apalagi dengan sedikit "polesan" mark up pun dapat dilakukan dengan sedemikian "cantiknya".

Inilah realita yang terjadi. Bukannya kita tak sanggup untuk swasembada berbagai komoditi pertanian, namun tidak adanya "political will" dari pemerintah dan budaya korupsi yang sedemikian akutnya menjangkiti sebagian dari pejabat kita membuat hal ini sulit untuk dicapai.

Harapan kita tentunya, semoga Indonesia dapat benar-benar merdeka dari berbagai macam bentuk korupsi sehingga slogan-slogan saat kampanye (Indonesia adil, makmur, sejahtera, aman dan damai) dapat benar-benar tercapai.

Sabtu, 16 Maret 2013

Roadmap Pembangunan Kelautan


Sebuah tulisan yang disarikan dari Prof Rokhmin Dahuri         

             Salah satu aspek penting dalam Pengelolaan Lingkungan Pesisir secara Terpadu adalah pengelolaan pelabuhan. Walaupun pelabuhan di Indoensia belum ada yang memenuhi standar  internasional, maka perlu adanya perbaikan dan pembenahan terhadap pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia agar sesuai dengan standar internasional sehingga dapat menunjang perekonomian nasional dan memfasilitasi kegiatan ekspor-impor. Dengan garis pantai yang begiru panjang, perlu adanya pelabuhan yang tidak terlalu jauh demi menunjang usaha perikanan yang ada dan memudahkan dalam aspek transportasinya.
            Pembagunan yang berbasis kelautan dan kepulauan janganlah sampai meninggalkan dan mengacuhkan wilayah daratan terutama di wilayah pesisir karena pengelolaan wilayah pesisir merupakan aspek yang terpadu dan saling berkaitan antara daratan dan lautan. Keduanya saling mempengaruhi. Oleh karena itu perlu koordinasi antar stakeholder terkait dalam pengelolaan ini dan mengakomodir kepentingan-kepentingan yang ada antar stakeholder demi menunjang pengelolaan wilayah pesisir yang terintegrasi.
            Pembangunan ekonomi kelautan demi meningkatkan ekonomi nasional memang sangat perlu untuk dilakukan dengan mengoptimalkan perikanan tangkap, budidaya dan industri pengelolaan. Namun aspek yang harus diperhatikan adalah bagaimana ini semua bermanfaat bagi kesejaheraan masyarakat di wilayah pesisir itu sendiri karena pada sesungguhnya mengelola wilayah pesisir adalah mengelola manusia itu sendiri dengan segala aktivitasnya. Jangan sampai aktivitas ekonomi itu malah membuat wilayah pesisir menjadi rusak.
            Usaha pembagunan dan kelautan memang haruslah fokus pada  perikanan tangkap, budidaya, pariwisata dan industri pengelolaan serta pertambangan dan energi kelautan. Namun semua ini akan tercapai bila didukung oleh tiga sektor terkait yaitu pemerintah sebagai regulator dan masyarakat sebagai pelaksana dan membantu pengelolaan aspek tersebut serta upaya fasilitator dan menghubungkan keduanya yang dipegang oleh peranan dari LSM.

Optimalisasi Hutan Kota dalam Ruang Terbuka Hijau ( Studi Kasus PERENCANAAN HUTAN KOTA DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA WATAMPONE)



            Selama ini banyak orang yang tidak mengetahui apa perbedaan antara Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan hutan kota, ada yang menganggap bahwa keduanya sama saja. Padahal secara prinsip keduanya jelas dua hal yang berbeda.
            Perlu untuk diketahui bahwa menurut Permendagri No 1 Tahun 2007, ruang terbuka hijau merupakan bagian ruang terbuka dari suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh vegetasi tumbuhan. Cakupan ruang terbuka hijau cukup luas, mulai dari perkebunan, ladang, sawah, lapangan golf dan juga hutan kota termasuk didalamnya. Luas ruang terbuka hijau minimal adalah 30% dari luas kota. Pengertian Hutan Kota menurut PP No. 63 Tahun 2002 adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Menurut PP ini, luasan hutan kota minimal 10% dari luas kota.
Menurut Mangunsong dan Sihite (1994) mengemukakan pendekatan ekologis yaitu setiap 1 ha Ruang Terbuka Hijau mampu menyerap CO2 yang dikeluarkan oleh 2000 orang manusia atau 5 m2 perpenduduk. Berdasarkan hal ini, maka Syamsu Rijal (2008) melakukan penelitian terhadap kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Watampone.


Tabel 1. Kebutuhan RTH pada Tiap Kecamatan di Kota Watampone Tahun 2008
No
Kecamatan
Luas Wilayah (ha)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kebutuhan RTH (ha)
1
Tanete Riattang Barat
5.368
37.266
18.6330
2
Tanete Riattang
2.379
43.403
21,7015
3
Tanete Riattang Timur
4.888
37.430
18,7150
Total
12.635
118.099
59,0495

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah penduduk berbanding lurus dengan kebutuhan RTH. Semakin banyak jumlah penduduk, maka jumlah RTH yang dibutuhkan juga semakin besar. Namun jika ditelaah lebih lanjut, benarkah demikian?
Pertama, perlu dilakukan koreksi mendalam terhadap penyataan dan hasil penelitian dari Mangunsong dan Sihite (1994) yang mengemukakan bahwa “setiap 1 ha Ruang Terbuka Hijau mampu menyerap CO2 yang dikeluarkan oleh 2000 orang manusia atau 5 m2 perpenduduk.”
Berdasarkan pengertian RTH diatas, disebutkan bahwa RTH tidak selalu bervegetasi pohon, namun segala sesuatu yang hanya bervegetasi, tentunya tidak semua yang bervegetasi mampu untuk menyerap CO2 dalam jumlah besar, hal ini banyak faktornya dan dapat dilihat dari jenis tumbuhan apa karena setiap tumbuhan memiliki karakteristik dan kemampuan menyerap CO2 yang berbeda pula. Jika RTHnya adalah berupa lapangan golf, mampukah untuk menyerap CO2 dalam jumlah besar? Tentu saja tidak. Tentu berbeda jika RTHnya dalam lingkup pepohonan.
Kedua, kebutuhan akan RTH tidak selalu bergantung pada jumlah penduduk, namun bergantung pada beban kota itu sendiri. Misalnya tingkat polusi pencemaran yang tinggi karena banyaknya volume kendaraan, banyaknya kawasan industri, dan banyaknya bangunan yang tidak ramah lingkungan. Hal ini merupakan faktor utama untuk menentukan berapa luasan optimal suatu RTH di sebuah perkotaan. Kota dengan aktivitas yang tinggi, kemacetan dimana-mana, polusi asap industri yang banyak, tentunya membutuhkan RTH yang lebih luas untuk menstabilkan dan menyeimbangkan lingkunagan.
Ketiga, dalam cakupan RTH tersebut, perlu penjelasan lebih lanjut, objek kawasan apakah yang paling mendominasi? Apakah sawah, ladang, perkebunan, lapangan golf atau objek lainnya? Apakah kuota minimal hutan kota sebesar 10% dari luas kota sudah terpenuhi? Hal ini tentunya sangat berguna dalam menganalisis lebih lanjut data penelitian ini.
Dalam RTH, unsur terpenting adalah hutan kota karena mampu menyerap CO2 yang tinggi dengan jenis tanaman tertentu dan dapat pula meredam kebisingan. Oleh karena itu, optimalisasi hutan kota dalam RTH perlu untuk dilakukan demi mendorong terciptanya harmonisasi lingkungan yang lebih baik. Pemilihan jenis tanaman pun harus dipertimbangkan dengan matang, jangan asal menanam tanaman dan disesuaikan dengan tujuan dan karakteristik hutan kota yang akan dibangun, apakah tujuannya untuk rekreasi, mengurangi polusi dan pencemaran serta hal-hal lainnya.

Kultweet #segitigaapi


1.Ingin sedikit share dgn twitteriyah mengenai sisi lain #segitigaapi
2.#segitigaapi mrpkan  sbuah bntuk sederhana utk menggambarkan proses pembakaran.
3.#segitigaapi terdiri dr 3 komponen yaitu oksigen, bhn bakar dan panas/sumber penyulut.
4.Agar tercipta pembakaran minimal dibutuhkan 16% oksigen. #segitigaapi
5.Bahan bakar yaitu vegetasi atau hutan itu sendiri (semak belukar & padang ilalang). #segitigaapi
6.Bhn bkr bisa trdapat di dlm tanah, prmukaan tanah maupun diatas prmukaan tanah. #segitigaapi
7.Keberadaan posisi bhn bakar inilah mnjadi slh satu pengklasifikasian bhn bkr. # segitigaapi
8.Panas mrupakan bntuk energi utk menaikkan temprature suhu sehingga proses pembakaran bs trjadi #segitigaapi
9.Suhu yg dibutuhkan agar trjadi proses pembakaran adlh berkisar 220-250C #segitigaapi
10.Panas ini disebabkan oleh sumber penyulut yg trdiri dari ... #segitiga api
11. Manusia (disengaja/tdk) dan alam (petir, batubara, gesekan kayu) #segitigaapi
12.Nah, sebenarnya ada salah satu komponen lain selain dr komponen #segitiapi trsebut
13. Komponen trsebut yaitu rantai reaksi kimia antara bhn bakar dgn bhn pengoksidasi/oksidator #segitigaapi
14. Komponen ini mendukung kesinambungan proses kebakaran utk brtambah besar #segitigaapi
15. Seiring dengan menyalanya api, molekul bahan bakar juga berkurang berubah menjadi molekul yang lebih sederhana #segitigaapi
16. Dengan berlanjutnya proses pembakaran, naiknya temperatur menyebabkan oksigen tambahan terserap ke area nyala api #segitigaapi
17. Lebih banyak molekul bahan bakar akan terpecah, bergabung ke rantai reaksi, mencapai titik nyalanya ..  #segitigaapi
18. .. mulai menyala, menyebabkan naiknya temperatur, menyerap oksigen tambahan, dan melanjutkan rantai reaksi #segitigaapi
19. Proses rantai reaksi ini akan berlanjut sampai seluruh substansi/bahan yang terkait mencapai area yang lebih dingin dinyala api #segitigaapi
20. Selama tersedia bahan bakar dan oksigen dalam jumlah yang cukup, dan selama temperatur mendukung .. #segitigaapi
21. reaksi rantai akan meningkatkan reaksi pembakaran. #segitigaapi
22.Brdasar penjelasan tadi, jadi sebenarnya ada empat komponen interaksi penyebab trjadinya proses pembakaran #segitigaapi
21.Kesimpulannya, hal ini tdk dpt dikatakan #segitigaapi krn ada empat komponen. Seharusnya sih persegi.
22.Namun krn #segitigaapi sudah terkenal, maka dilakukanlah manipulasi sehingga dikatakan bangun tiga dimensi segitiga piramida (tetrahedron). #segitigaapi
23.Toh, namanya tetap segitiga kan, bukan persegi. Padahal sih lebih tepatnya dikatakan #persegiapi, tp jd lucu sih, #aneh #segitigaapi
24.Sekian dulu twitteriyah kultweet saya mengenai sisi lain #segitigaapi. Smoga mmbuka pikiran dan menambah wawasan.

Beberapa Skema Kehutanan Untuk Mendorong Sektor Pertanian


1.Selama ini sektor kehutanan dikenal sebagai pihak yg paling menguasai lahan.
2.Brdasarkan paduserasi TGHK & RTRWP luas kawasan hutan 120,35 juta ha (kemenhut 2009)
3.Brdasarkn Penunjukan & TGHK luas kawasan hutan  133,89 juta ha.
4.Terkadang dr sektor lain menuntut pihak sektor kehutanan utk melakukan pelepasan kawasan hutan..
5...yg akan digunakan utk peruntukan lain misalnya pertanian atau perkebunan
6. selama ini ada anggapan bahwa sektor kehutanan menghambat perkembangan sektor lain terutama sektor pertanian
7 Padahal sebenarnya tidak demikian, keduanya dapat berjalan sinergis, asalkan melakukan koordinasi sesuai prosedur dan aturan yg berlaku
8. Perlu untuk dipahami bahwa terdapat beberapa skema dr sektor kehutanan yg dpt dilakukan utk mendorong sektor pertanian
9.Secara teoritis ada 3 hal yg dpt dilakukan tersebut, yaitu 1) melalui skema pemanfaatan hutan
10. skema ini mengacu pd UU No 41 Tahun 1999 dan PP Nmr 6 Thn 2007
11.skema yg dpt dilakukan dgn HTI atau HTR dgn lbh dr satu sistem silvikultur dgn tanaman brbagai jenis..
12... misalnya karet, sawit, kakao kopi atau tanaman agroforestry lainnya
13.ketentuannya 70% dr komposisi tanaman adlh 30% tnmn budidaya & sisannya tanman hutan brkayu
14.sisa 30% lain utk tanaman asli setempat, kawasan lindung srta sarana & prasarana
 15.kelemahan skema ini adalah hnya dpt dilakukan pd hutan produksi yg tdk produktif
16.keuntungannya tdk prlu mnyediakan areal pengganti, mengeluarkan biaya kompensasi lahan, dll
17. 2) skema selanjutnya adlh penggunaan kwsan hutan
18.penggunaan kwsn htn adlh pmanfaatn utk kpntingan penggunaan di luar kehutanan tnpa mengubah peruntukan & fgs htn
19.Ini bisa dikatakan skema pinjam pakai kawasan hutan.
20 keuntungannya dpt menanam tnpa batasan komposisi jenis
21.kelemahannya adlh harus mnyediakan areal pengganti atau biaya kompensasi pinjam pakai kwsan htn
22.kmdian hrs merehabilitasi arel htn yg dipakai stlh habis masa waktu pinjam pakai
23.skema selanjutnya adlh skema perubahan peruntukan & fgs kwsan htn yg trdiri dr tukar menukar dan pelepasan kwsn htn
24.Skema ini ada dlm Pasal 19 UU No 41 Thn 1999 dan PP Nmr 10 thn 2004
25.prubhn peruntukan melalui tukar menukar kwsan hutan hnya dpt dilakukan pd htn produksi tetap/trbatas
26.dan jg dgn bbrapa alasan krusial, misal mnghilangkan enclave & pmbangunan di luar sektor kehutan yg brsifat prmanen
27.tukar menukar kwsn htn hnya dpt dilakukan dgn trjaminnya luas kwsn htn min 30% dr luas daerah trsebut
28.kelemahan skema ini adlh sangat sulit mencari lhn yg luas utk menukar kwsn htn trsebut
 29.skema lainnya adalah pelepasan kwsn htn, skema ini plng sering dilakukan.
30.pelepasan kwsn htn dpt dilakukan utk kegiatan diluar sektor kehutanan
31.plepasan kwsn htn hnya dpt dilakukan pd htn produksi yg dpt dikonversi.
32.namun pelepasan kwsn htn tdk dpt dilakukan pd provinsi yg punya kwsn htn <30% kecuali dgn tukar menukar kwsn htn
33.htn yg dpt dikonversi biasa pula disebut areal penggunaan lain atau kwsn budidaya nonkehutanan
34.umumnya investor akan memilih skema ini krn lhn bisa mnjadi HGU yg dpt digunakan sbagai jaminan bank
35.selain itu penanaman komoditas perkebunan/pertanian dpt dilakukan tnpa batasan jmlh & komposisi
36. sekian dulu kultwiitnya, smoga bermanfaat.