Puasa berdasarkan nashnya,
dalam Al Qur’an dan Sunah, berarti meninggalkan dan menahan diri.Maksudnya
menahan dan mencegah diri dari memenuhi hal-hal yang boleh, meliputi keinginan
perut dan keinginan kelamin, dengan niat mendekatkan diri kepaDA Allah swt.Secara
syar’I berarti menahan diri secara sadar dari makan, minum, bersetubuh dengan
perempuan dan hal-hal semisalnya, selama sehari penuh.Yakni dari kemunculan
fajar hingga terbenamnya matahari, dengan niat memenuhi perintah dan taqarub
kepada Allah swt.
Adapun beberapa hikmah puasa, yaiyu: 1) Taskiyah an-nafs (pembersihan jiwa),
dengan mematuhi perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala laragan-Nya. 2)
Menyehatkan badan dan juga bisa mengangkat aspek kejiwaan mengungguli aspek
materi dalam diri manusia. 3) Sebagai tarbiah bagi iradah (kemauan), jihad bagi jiwa, pembiasaan kesabaran, dan
“pemberontakan” kepada hal-hal yang telah lekat mentradisi. 4)Mematahkan gelora
syahwat. 5) Menajamkan perasaan kepada nikmat Allah swt. 6) Sebagai hikmah ijtima’iyah (hikmah social),
khususnya puasa Ramadhan. 7) Gabungan dari semua itu adalah pasa dapat
mempersiapkan orang menuju derajat takwa dan naik ke kedudukan orang-orang
mutaqin.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu pilar rukun islam,
pilar agama ini. Wajibnya puasa Ramadhan ini telah dikukuhkan dalam ALQur’an,
Sunah, dan ijmak. Dalam Alqur’an Allah swt berfirman “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”
(Al Baqarah: 183). Ibadah Puasa Ramadhan
sendiri diwajibkan di Madinah setelah hijrah, tepatnya tahun kedua hijriah. Ada
tiga cara untu menetapkan ramadhan, yaitu: 1) Ru’hiyah hilal. 2) Menyempurnakan
Sya’ban tiga puluh hari. 3) Memperkirakan hilal.Dalam menentukan bulan Ramadhan
ini banyak ulama yang berbeda pendapat.Namun hal ini merupakan keluasan dan
rahmat bagi umat.Apabila terjadi Kekeliruan dalam menentukan Ramadhan, hal ini
adalah hal yang diampuni. Rasulullah saw., bersabda, “Puasa kalian adalah hari kalian berpuasa, dan buka kalian adalah hari
kalian berbuka.”
Mengingat puasa Ramadhanadalah fardhu’ain dan termasuk
salah satu rukun islam, maka yang diwajibkan secara paksa untuk berpuasa adalah
setiap muslim yang baligh, berakal sehat, dan bermukim (tidak musafir), serta
tidak mempunyai halagan yang syar’i, semisal haid dan nifas bagi perempuan.
Seorang dikatakann baligh, bagi laki-laki jika telah mimpi
jimak dan indikator-indikator alami lainnya sedangkan bagi perempuan, masa
balighnya melalui datangnya haid, yang menandai kesiapannya untuk berumah
tangga.Jika seorang yang belum baligh tidak diwajibkan berpuasa, maka orang
yang tidak berakal lebih utama.Sebab syariat ditujukan kepada orang-orang yang
berakal. Sedangkan orang yang mengidap penyakit gila pada waktu-waktu tertentu,
ia tetap mendapatkan beban kewajiban ketika akalnya sehat. Jika seorang pingsan
selam satu atau dua hari, maka ia wajib mengqadha waktu-waktu puasa yang
ditinggalkannya. Namun, bila pingsanya berbulan-bulan, atau beberapa tahun, maka
memberi taklif
qadha adalah hal yang memberatkan, sedangkan Allah tidak menjadikan dalam
agama-Nya sesuatu yang memberatkan.
Bagi musafir, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Al qur’an menegaskan bahwa orang yang sakit dan musafir boleh berbuka tetapi
harus mengqadha sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang
lain. “Barangsiapa diantara kalian
menyaksikan bulan itu, hendaklah ia berpuasa. Dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, di hari-hari lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian
dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.”(Al Baqarah:185). Jarak safar
yang mendapat dispensasi untuk berbuka adalah 90 km. Rukhsah yang Allah berikan
ini merupakan bukti cintaq kasih sayang-Nya. Rukhsah ini juga berlaku jika
safar dengan kendaraan modern. Baik itu naik sepeda motor, mobil, kereta api
maupun pesawat terbang. Ini merupakan “sedekah” yang Allah berikan kepada kita.Bagi
musafir adakalanya lebih baik berbuka dan ada kalanya lebih baik berpuasa.
Barangsiapa merasa mudah berpuasa ketika semua orang berpuasa, dan ia merasa
berat jika harus mengqadha nanti ketika semua orang tidak berpuasadan merasa
khawatir jika dirinya lalai untuk mengqadha dan malas, maka puasa baginya lebih
baik. Barangsiapa kini merasa berat untuk berpuasa, adanya kepayahan yang
sangat untuk melaksanakan puasa, sementara ia sanggup untuk mengqadha di saat
lain, berbuka baginya lebih baik.Ada banyak hal lain yang menentukan mana yang
terbaik dalam kondisi tertentu, berbuka atau tetap berpuasa.Jika dalam kondisi
jihad pun lebih diutamakan untuk berbuka karena untuk menguatkan tubuh sehingga
bisa berperang dengan baik. Baik iu dalam kondisi safar maupun dalam kondisi
menetap.
Seorang yang tua renta maupun seorang yang punya penyakit
menahun, sehingga tidak kuat untuk berpuasa, maka diperbolehkan berbuka.Tetapi
orang tersebut harus membayar fidyah setiap hari. Hal yang sama juga berlaku
bagi orang yang bekerja berat, seperti pekerja tambang dan buruh bangunan.Diantara
pemilik uzur adalah orang yang harus berbuka karena wajib, bukan karena sekedar
rukhsah. Para ulama berkata “Barangsiapa
kelaparan dan kehausan sehingga khawatir binasa, ia harus berbuka meskipun
dalam keadaan sehat dan tidak safar.”Firman Allah swt.“ Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian kepada kebinasaan.” (Al
Baqarah:195). Sedangkan untuk perempuan
hamil dan menyusui, mereka hanya membayar fidyah saja, tanpa mengqadha.
Bagi siapapun yang meninggalkan puasa dan harus mengqadha
puasannya, hendaklah ia bersegera dalam mengqadhanya, jangan menunda-nunda,
walaupun tidaklah dianggap berdosa orang yang mengakhirkan pelaksanaan qadha
sepanjang hatinya berniat untuk mengqadha. Dalam kasus lain, apabila ada orang
dalam keadaan sakit atau tengah berada diperjalanan meninggal dunia, ia tidak
harus membayar qadha, karena ia tidak menjumpai hari-hari untuk membayarnya.
Maka solusinya adalah puasanya diqadhakan oleh walinya, hal ini sesuai hadits
nabi “ Barangsiapa meninggal dunia sedangkan ia memiliki tanggungan puasa, maka
walinya wajib berpuasa untuknya.”
Hakikat puasa, sebagaimana yang telah disepakati ulama
adalah menahan diri untuk tidak memenuhi nafsunya; bertahan dengan lapar dan
dahaga, serta keinginan bersetubuh dengan isteri dalam rangka mendekatkan diri
kepada Alla swt. Sedangkan apabila melakukan kemaksiatan ketika sedang
berpuasa, maka jumhur ulama berpendapat bahwa hal ini tidak membatalkan puasa, meskipun
ia mengotori dan melukainya, sesuai dengan kadar kemaksiatan yang dilakukan. Demikian itu karena
tiada seorangpun yang bisa lolos dari maksiat-kecuali orang yang dilindungi
oleh Allah swt- khususnya kemaksiatan lisan.
Pada hal-hal yang membatalkan puasa, ada dua macam:
pertama, yang mengharuskan qadha. Sebagian diantara hal-hal yang membatalkan
puasa adalah tidak mendatangkan dosa bagi yang berpuasa, seperti keluarnya
darah haid dan nifas bagi wanita. Sebagian lain mendatangkan dosa besar bagim pelakunya
seperti makan atau minum dengan sengaja, merokok dengan sengaja, demikian juga
mengeluarkan mani dengan sengaja. Kedua, yang mewajibkan qadha dan
kifarat.Menurut jumhur ulama, yang membatalkan puasa dan mengharuskan qadha
serta kifarat adalah jimak, tidak ada lainnya.
Adapun hal-hal yang yang disunahkan bagi orang yang
berpuasa, yaitu: 1) Mendahulukan berbuka. 2)Mengakhirkan sahur. 3) Menghindar
dari omong kosong dan caci maki. Firman Allah swt.“ Yaitu mereka yang berpaling dari kesia-siaan.” (Al Mu’minun: 3)
4.) Qiyamulail ramadhan
dan shalat tarawih. Mengenai hal ini, beberapa ulama ada yang berbeda pendapat,
ada yang 11 rakaat dan ada yang 23 rakaat. 5) Manfaatkan hari-hari ramadhan
untuk zikir, taat dan berderma. 6.) Doa sepanjang hari, khususnya saat berbuka.
Nabi Muhammad saw. Bersabda “ Bagi orang
yang berpuasa, saat ia berbuka ada doa yang tidak tertolak.” 5.)
Bersungguh-sungguh di sepuluh malam terakhir. Aisyah r.a. mengatakan, “ Jika memasuki sepuluh hari terakhir
ramadhan, Rasulullah mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya, dan
membangunkan keluarganya.”Sepuluh ramadhan begitu penting karena sepeluh
hari adalah penutup bulan yang penuh berkahdan lailatul qadhar yang penuh
keberkahan dan keutamaan lebih mungkin terjadi pada hari-hari sepuluh hari
terakhir.
Selain Puasa Ramadhan. Ada juga puasa sunnah. Puasa
sunnah ini dapat dijadikan sebagai persiapan untuk semakin dekat Allah swt.
Hingga ke derajat Cinta-Nya.Penunaian kewajiban menghantarkannya ke “kedekatan”
sedangkan penunaian sunah menghantarkannya ke “cinta.” Berikut beberapa macam
puasa sunah yang disyariatkan islam: 1) Puasa enam hari syawal. 2) Puasa
tanggal Sembilan dzulhijah dan hari arafah. 3)puasa hari asyura dan tasu’a.
Hari ‘Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram sedangkan Tasu’a hari
kesembilannya.4)Memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, hal ini dianjurkan dalam
rangka persiapan menuju bulan Ramadhan.
Ada juga puasa di bulan-bulan haram.Dikatakan haram
karena peperangan di bulan itu dilarang atau diharamkan.Bulan-bulan haram ini
adalah Dzulqa’idah, Dzulhijah, Muharam, dan Rajab.Kemudian salah satu puasa
yang dianjurkan adalah puasa tiga hari setiap bulan. Nabi Muhammad saw.Bersabda
“Barangsiapa berpuasa tiga hari setiap
bulan, itulah puasa setahun.”Lalu puasa Senin dan Kamis.
Selain itu, ada juga puasa yang dimakruhkandan
diharamkan. Puasa yang diharamkan antara lain: 1) Haram puasa di hari
raya,yakni puasa di hari raya idul fitri dan idul adha. Hari ini adalah hari
bermain, santai ria dan penyegaran jiwa, maka tidaklah patut jika berpuasa di
hari itu. 2) Puasa Hari-hari Tasyrik, yakni pada tanggal 11, 12 dan 13
dzulhijjah, kecuali jamaah haji yang harus menyembelih kurban, namun tidak
mampu menunaikannya.
Ada juga puasa bid’ah dalam agama, hal ini karena tidak
ada landasan (hadits dan alqur’an) yang kuat, yang bisa menjadi rujukan. Puasa
bid’ah ini dalah puasa tanggal 12 rabiul awal, puasa tanggal 27 rajab dan puasa
hari nisfu sya’ban. Kemudian dilarang juga puasa sunah jika merampas hak orang
lain dan puasa seorang isteri tanpa izin suaminya. Nabi Muhammad saw.bersabda “ Tidaklah seorang isteri berpuasa sementara
suaminya menyaksikan, kecuali dengan izinnya, kecuali ramadhan.”
Kemudian, ada yang disebut puasa makruh.Contoh puasa
makruh adalah puasa dahr, yaitu puasa terus-menerus setiap hari, selain
hari-hari yang tidak disahkan berpuasa, yaitu dua hari raya dan hari tasyrik.
Nabi Muhammad saw. Bersabda” Tidak ada
puasa bagi orang yang puasa selamanya, tidak ada puasa bagi orang yang puasa
selamanya.” Selanjutnya adalah mengkhususkan bulan rajab untuk berpuasa.
Selanjutnya adalah mengkhususkan puasa di hari jum’at atau hari sabtu. Nabi
saw. Bersabda “Janganlah salah seorang
dari kalian berpuasa pada hari Jum’at selain jika berpuasa sehari sebelumnya
atau sehari setelahnya.”Nabi juga bersabda “Janganlah kalian berpuasa pada hari sabtu selain hari yang diwajibkan
atas kalian.”Selanjutnya ada juga orang yang berpuasa tetapi tidak sholat. Mengenai hal
ini kita harus memandangnya dari sisi operasional dan tarbiah. Sesuatu yang bermanfaat adalah kita
menasehatinya “ Semoga Allah memberimu
pahala kebajikan atas puasamu, namun engkau harus menyempurnakan islam-mudengan
sesuatu yang lebih agung dari puasa,
yaitu shalat.” Seperti inilah yang terbaik, kita jangan langsung
meninggalkannya dan mengatakannya kafir. Akan tetapi kita beri penjelasan
kepadanya, sehingga ia bisa menjalankan puasa dan shalat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar